Pada
hari hisab nanti setiap diri akan ditanya tentang nikmat yang telah
didapatkannya. Telahkah ia syukuri dan telahkah mendorongnya untuk semakin
mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala?. Atau sebaliknya nikmat tersebut malah
disia-siakan dan digunakan untuk perbuatan maksiat.
Utamanya
manusia akan ditanya tentang empat nikmat yang utama, yakni tentang umurnya,
ilmunya, hartanya dan badannya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
لاَ تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ:
عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَ أَفْنَاهُ,
وَعَنْ عِلْمِهِ مَا فَعَلَ بِهِ,
وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَ أَنْفَقَهُ,
وَعَنْ جِسْمِهِ فِيْمَ أَبْلاَهُ.
Artinya: ”Tidak bergeser kaki seorang hamba sehingga ia akan ditanya
tentang empat perkara (yaitu):(1) Tentang umurnya untuk apa ia
habiskan?; (2) Tentang ilmunya untuk apa ia amalkan?; (3)Tentang
hartanya darimana ia dapatkan dan kemana ia belanjakan?; dan
(4) Tentang badannya untuk apa ia gunakan?. (Sunan
At-Tirmidzî).
1. Untuk
apa umurmu dihabiskan?
Umur
merupakan karunia Allah yang tidak ternilai oleh materi. Dengannya manusia
mengarungi hidup, diberi kesempatan merenung, berpikir kemudian beramal shalih
sebaik mungkin dan sebanyak mungkin. Niscaya manusia akan merugi apabila
hari-harinya berlalu begitu saja, tidak bertambah amal shalihnya dan tidak
bertabah ilmunya. Lebih celaka lagi jika mereka malah banyak melakukan
perbuatan yang sia-sia, perbuatan mubadzir, bahkan hari-harinya dipenuhi
dosa-dosa dan kemaksiatan.
Sungguh
usia yang diberikan kepada kita semestinya kita gunakan untuk muhasabah,
merenung, mengoreksi diri dan menghisab diri tentang seberapa tinggi ketaatan
kita kepada Allah Ta’ala. Sebagaimana Firman-Nya:
أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيْهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيْرُ, فَذُوْقُوْا فَمَا لِلظَّالِمِيْنَ مِنْ نَصِيْرٍ.
Artinya: “…Dan
apakah tidak cukup Kami telah memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk
berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu
pemberi peringatan?, maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang
yang zalim seorang penolongpun”. (Q.S. Fâthir: 37).
Setiap
detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun dan sepanjang perjalanan hidup
kita akan ditanyai dan dimintai pertanggungjawabannya dihadapan Allah ta`ala.
Sekarang mari kita menimbang berapa persentase hari-hari kita yang digunakan
untuk berbuat baik dan menyembah Allah. Lalu bandingkan dengan hari-hari kita
yang berlalu dengan sia-sia, berbuat dosa dan melalaikan ibadah.
kita
sepakat bahwa perbuatan dosa dan maksiat adalah keburukan, namun yang jarang
kita sadari adalah begitu banyak waktu yang berlalu sia-sia dan mubadzir.
Cobalah kita hitung setiap hari berapa jam waktu yang kita habiskan buat nonton
TV, ngobrol ngalor ngidul, bersenda gurau, ngerumpi, main gaple, melamun dan
yang lainnya. Kemudian bandingkan dengan waktu yang kita manfaatkan untuk
menyembah Allah, berdzikir, menggali ilmu, menghadiri majelis ta’lim, dan
perbuatan baik lainnya.
Umur
adalah kesempatan maka janganlah disia-siakan. Sekarang mari kita bertekad
bahwa tidak akan ada lagi waktu yang berlalu sia-sia. Kita gunakan usia kita
untuk berbuat amal shalih sebanyak-banyaknya sebagaimana hadits Nabi SAW:
أَنَّ رَجُلاً قَالَ يَا رَسُولَ اللهِ أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ قَالَ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ قَالَ فَأَيُّ النَّاسِ شَرٌّ قَالَ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ.
Artinya:
Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang bertanya: “Ya Rasulullah siapa
manusia yang paling baik?”, beliau bersabda: “Barang siapa yang
dipanjangkan usianya dan makin (bertambah) baik perbuatannya”. “Lalu siapa
manusia yang paling buruk”, ia bertanya lagi. Beliau bersabda: “Barang
siapa yang dipanjangkan usianya namun buruk amal perbuatannya” (Sunan At-Tirmidzî,
no. 2330).
2. Untuk
apa ilmu-mu diamalkan?
Berilmu
tanpa amal sama seperti pohon tanpa buah. Pohon mangga yang telah ditanam namun
tidak menghasilkan buah justeru sangat mengecewakan, demikianlah perumpamaan
bagi orang yang berilmu tetapi tidak mengamalkannya. Ilmu yang diperoleh oleh
setiap muslim harus dimanfaatkan untuk kepentingan umat Islam dan untuk
kemaslahatan umat manusia. Rasulullah SAW mamberi peringatan:
مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيْبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْـيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَعْنِيْ رِيْحَهَا.
Artinya: “Barang
siapa yang belajar ilmu yang semestinya untuk meraih ridha Allah Azza wajalla,
tetapi ia gunakan untuk meraih kedudukan dan kesenangan di dunia, maka ia tidak
akan mendapatkan surga sedikitpun, walau hanya baunya”. (Sunan Abû Dâwud,
no. 3664, dan Sunan Ibnu Mâjah, no. 252).
Maksudnya
siapapun yang dikaruniai ilmu dan kepintaran lalu digunakannya untuk menipu
manusia, berlaku sombong dan untuk kepentingan pribadinya saja maka orang
seperti ini tidak layak masuk ke dalam surga Allah. Setiap manusia akan
ditanyai untuk apa ilmunya diamalkan. Insyaflah kita bahwa ilmu yang kita
miliki adalah titipan Allah sebagai Dzat yang maha pintar. Oleh karna itu mari
kita amalkan ilmu yang ada sebaik-baiknya. Sungguh mulia orang yang menggunakan
ilmunya untuk memperjuangkan agama, untuk amar makruf nahi munkar dan dengan
ilmunya makin membuatnya takut kepada Allah Azza wa Jalla. Maha suci Allah
semoga kita dikarunia ilmu yang bermanfaat.
3. Bagaimana
hartamu didapat dan dibelanjakan?.
Harta
pada dasarnya adalah milik Allah dan dititipkan atau diamanahkan kepada
manusia. Karena harta merupakan milik Allah maka kita harus mendapatkannya
dengan cara yang halal. Dan karena harta yang telah kita dapatkan sebagai
titipan maka kita harus membelanjakannya untuk sesuatu yang halal dan diridhai
oleh-Nya.
Ada
dua hal yang akan ditanyakan tentang harta kita, yakni: Pertama, dari
mana harta kita dapatkan?. Allah ta’ala mengancam orang yang
memperoleh hartanya dari jalan yang haram akan memberinya siksaan yang pedih.
Seperti orang-oramg yang mengumpulkan harta dengan menipu, mencuri, korupsi,
riba, ngijon (membungakan uang), merampas harta anak yatim, merampas warisan
dan lain sebagainya.Sedangkan setiap orang yang memperoleh nafkah dengan cara
yang halal maka seluruh harta tersebut akan dihitung seperti pahala shadaqah.
Kedua, untuk
apa harta tersebut dibelanjakan?. Setiap rupiah nanti akan ditanyai kemana
kita habiskan. Allah melarang kita membelanjakan harta untuk sesuatu yang
haram, sesuatu yang sia-sia, melarang berfoya-foya, bermegah-megahan, dan
menghambur-hamburkan harta.
Kita
harus berhati-hati dalam mencari harta dan jangan pula salah dalam
membelanjakannya. Karena salah satu fitnah terbesar umat muslim adalah harta.
Karena harta pribadi mereka dapat rusak dan bahkan dapat menjual keimanan.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْـنَةً وَفِتْـنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ.
Artinya: “Sesungguhnya
bagi tiap-tiap umat itu ada fitnah, dan sesungguh-nya fitnah bagi umatku
adalah harta” (Sunan At-Tirmidzî, no. 2336).
4. Untuk
apa badan-mu digunakan?
Manusia
dikaruniai jasad yang sempurna yang disertai dengan panca indera, akal pikiran
dan hati. Karunia ini mesti dimanfaatkan untuk mengabdikan diri kepada Allah
Sang Maha Pencipta. Allah Ta’ala melarang kita dari menjatuhkan diri ke dalam
kebinasaan, yakni perbuatan yang merugikan diri sendiri. Oleh karenanya Allah
Ta’ala mengharamkan minuman keras, narkoba, begadang yang sia-sia, berzina atau
seks bebas, serta segala sesuatu yang membahayakan lainnya. Hal yang demikian
termasuk perbuatan yang merusak badan, merusak panca indra, merusak akal sehat
dan mengotori hati. Allah Ta’ala berfirman:
وَأَنْفِقُوْا فِي سَبِيْلِ اللهِ وَلاَ تُلْقُوْا بِأَيْدِيْكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوْا إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ.
Artinya: “Dan
belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan
dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”. (Q.S. al-Baqarah: 195).
Seluruh
anggota badan kita harus digunakan sebagai piranti dalam beribadah kepada Allah
SWT. Badan yang sehat, pikiran yang tenang dan hati yang lapang harus kita
gunakan di jalan yang diridhai oleh Allah Ta’ala. Rasulullah SAW
bersabda: “Tiap-tiap amal (pekerjaan) ada masa semangat, dan tiap-tiap
semangat ada masa lelahnya, maka barang siapa yang letih karena melaksanakan ajaranku
maka ia telah mendapatkan petunjuk, dan barang siapa yang letih bukan karena
telah menjalankan ajaranku, maka ia termasuk orang yang binasa” (HR.
Al-Hakim dan Al-Baihaqi).
Komentar
Posting Komentar